Rabu, 18 Februari 2009

Menatap Masa Depan Indonesia

Rumah Indonesia sebenarnya sangat megah. Ia dihiasi oleh kekayaaan sumber daya alam yang melimpah. Ia dihuni oleh ragam suku, etnis, dan budaya. Tetapi kenapa sampai saat ini rakyatnya masih miskin? Rumah Indonesia yang megah itu mulai Nampak keropos dimakan rayap rayap. Rayap rayap itu tidak lain adalah diri kita sendiri.

(Emha Ainun najib)

Islam adalah agama yang diturunkan untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya serta manusia dengan lingkungannya. Kapanpun dan di manapun, pada dasarnya kehidupan manusia tidak pernah lepas dan dilepaskan dari tiga aspek tersebut. Sebelum Islam datang, kehidupan umat manusia amat memprihatinkan. Kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan kala itu sama sekali tidak memcerminkan keberadapan manusia sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan makhluk yang lainnya, utamanya manusia sebagai makhluk yang berakal. Bisa dibayangkan bagaimana kebiasaan masyarakat Arab waktu itu. Para wanita membiasakan diri mengelilingi ka’bah dengan telanjang alias bugil, belum lagi adat mengubur hidup-hidup anak perempuan mereka karena saat itu memiliki anak perempuan dianggap sebagai suatu aib.

Demikianlah gambaran kebiasaan masyarakat sebelum Islam datang, dimana kebiasaan-kebiaan tersebut sangat tidak beradab, penuh dengan pelanggaran pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) serta sangat bias gender, dimana ketika itu wanita tidak dianggap sebagai manusia melainkan barang yang harus tunduk kepada kaum laki laki. Di tengah tengah kacaunya peradaban masyarakat ketika itu, datangkah seorang putra Quraisy yang berperangai mulia lagi sejuk tutur katanya yaitu Muhammad SAW, dengan membawa risalah Islam. Akhirnya Muhammad secara bertahab mampu merevolusi budaya-budaya yang banyak orang mengatakan sebagai budaya jahiliyah, kepada budaya yang beradap serta menjunjung tinggi martabat dan Hak Asasi Manusia.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda di dalam haditsnya, “sesungguhnya saya diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.” Sejak memulai fase da’wahnya yang sir (sembunyi sembunyi) yang kala itu dilakukan beliau di rumah shahabat Arqom hingga beliau menyampaikan da’wahnya secara jahr (terang terangan), banyak sekali cobaan cobaan yang merintanginya, tetapi beliau tetap sabar dan tegar dalam menghadapi semua itu. Apa yang dilakukan nabi tersebut, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menyampaikan risalah Islam sebagai amanah dari Allah SWT, dengan harapan terbentuk masyarakat yang madani dengan perangai yang mulia.

Melihat perjalanan nabi di atas, kita dapat mengambil beberapa pelajaran (ibroh) yang dapat diterapkan di negara kita yang juga sedang mengalami kerusakan moral, biarpun tidak separah pada masa pra-Islam.

Moralitas bangsa Indonesia

Memang tepat apa yang dikatakan Emha Ainun Najib di atas, bahwa Indonesia yang dahulu dikenal sebagai negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi, Subur kang Sarwa Tinandur, Murah kang Sarwa Tinuku, Tata Tentrem Kerta Raharja; lautannya berbentuk kolam susu, sementara tongkat dan kayu bisa jadi tanaman, layaknya nagari Astina yang menjadi perebutan antara pihak Kurawa dan Pandawa dalam cerita wayang. Tetapi kini Indonesia lebih dikenal sebagai negara sarang koruptor dan sarang teroris, negara yang banyak penduduk miskinnya, negara yang marak akan ilegal loging, negara yang dikenal dengan pembakaran hutannya dan hal hal negatif lainnya.

Bayangkan saja peringkat korupsi Indonesia berdasarkan laporan Transparency Internasional sejak 1998-2004 selalu berada dalam peringkat sepuluh besar negara terkorup di dunia. Tahun 1998 (peringkat 6 terkorup dari 85 negara), tahun 1999 (peringkat 3 terkorup dari 98 negara), tahun 2000 (peringkat 5 terkorup dari 90 negara), tahun 2001 (peringkat 4 terkorup dari 91 negara), tahun 2002 (peringkat 6 terkorup dari 102 negara), tahun 2003 (peringkat 6 terkorup dari 133 negara), dan terakhir di tahun 2004, Transparency Internasional menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ke -5 dari 146 negara.

Belum lagi di Indonesia juga marak akan pembakaran hutan, yang sudah pasti dampak yang ditimbulkannya bukan saja melanda negara Indonesia, melainkan negara negara tetanggapun tidak luput terkena dampak dari perbuatan tersebut. Seandainya tidak ada hubungan baik antara Indonesia dengan negara negara tetangga yang terkena dampak pembakaran hutan yang terjadi di Indonesia, maka Indonesia bisa saja dituntut ganti kerugian oleh mereka, karena Indonesia telah melanggar salah prinsip hubungan internasional, yaitu prinsip "Bertetangga Baik". Tetapi karena kita memiliki hubungan yang baik dengan negara tetangga, bukannya menuntut ganti kerugian, melainkan mereka malah turut membantu Indonesia dalam menaggulangi kebakaran hutan di Indonesia.

Bukan hanya itu, maraknya ilegal logging di Indonesia hingga sekarang masih juga sulit diatasi. Negara yang kaya raya akan potensi alam dirampok oleh rakyatnya sendiri dan didukung petinggi-petinggi yang turut menikmati hasil penjualannya. Banjir bandang dan longsor tanah tidak pernah menyurutkan minat pembobolan hutan (lindung) sewenang-wenang. Sedihnya lagi kayu-kayu itu diselundupkan ke luar negeri dengan harga yang sangat rendah. Pohon pohon jati yang ditanam dalam waktu yang lama dengan mudahnya ditebangi oleh oknum oknum yang tidak bertanggung jawab.

Begitulah gambaran dari moralitas bangsa Indonesia saat ini, di mana perbuatan perbuatan amoral di atas sudah dianggap sebagai budaya, yang mana pelakunya tidak pernah merasa salah dengan apa yang telah mereka perbuat. Perbuatan perbuatan inilah yang membuat Indonesia tak kuasa untuk mengentaskan rakyat rakyat miskin di negaranya. Negeri yang kaya akan alam tetapi selama bertahun tahun tidak bisa menanggulangi kemiskinan.

Sungguh sangat memalukan pula, bangsa yang berpenduduk muslim terbesar di dunia tetapi juga menempati peringkat atas Negara Negara terkorup di dunia. Orang orang muslim tidak mau mencontoh akhlak dari para pendahulunya. Misalnya saja Umar bin Abdul ‘Azis yang tidak mau menggunakan fasilitas Negara untuk kepentingan pribadinya, ia mematikan lampu ketika hendak berbicara dengan putranya.

Pendidikan sebagai solusi

Demikian sudah membudayanya tindakan tindakan amoral, seperti korupsi, pembakaran hutan, ilegal loging dll, sehingga upaya upaya punishment melalui hukum positif sudah tidak efektif lagi. Bukti kongkritnya, UU korupsi yang sudah mengalami beberapa kali perubahan tetapi tetap juga belum bisa menghentikan praktek korupsi di Negara kita. Bahkan sekalipun sudah dilengkapi dengan UU Money Loundry sebagai upaya untuk menanggulangi korupsi gaya baru.

Oleh karena itu, pemerintah sebagai organ yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat, bisa mencontoh metode nabi dalam merevolusi budaya jahiliyah yang jauh lebih parah dari pada keadaan Indonesia saat ini. Melalui pendidikan lah masyarakat harus dibina sejak dini, sehingga tindakan tindakan jahat yang mereka lakukan tidak terjadi apa yang dikatakan "patah tumbuh hilang berganti, mati satu tumbuh seribu" seperti sel kanker ganas karena akarnya yang telah meluas, maka semakin dibabat semakin cepat penyebarannya.

Sudah saatnya rakyat di negeri ini diberi pendidikan dan pengetahuan tentang akibat dari perbuatan perbuatan mereka, bahwa perbuatan tersebut dapat menyengsarakan dan merugikan banyak orang, bukan hanya sekarang, tetapi anak cucu kita juga kebagian sengsaranya.

Jangan Pesimis

Biarpun kita melihat demikianlah keadaan Negara kita, tetapi kita tidak boleh pesimis akan masa depan Negara kita. Segala sesuatu mungkin bisa berubah tergantung dari diri kita sendiri. Sebagaimana firman Allah yang artinya “Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum sampai mereka merubahnya sendiri.” Harus ditanamkan pula dalam keyakinan kita bahwa “Nothing Imposible,” Segala sesuatu itu mungkin.

Tahukah anda bagaimana keadaan Jepang pasca bom atom yang menjatuhi dua kota industri terbesar di Jepang saat itu, yaitu Nagasaki dan Hirosyima? Jawabannya tidak jauh berbeda ketika Indonesia dilanda Tsunami yang meluluhlantahkan salah satu kota penting di Indonesia, yaitu Nangroe Aceh Darussalam. Tetapi apa yang mereka lakukan, sehingga saat ini negara Jepang menjadi negara industri yang maju, padahal Jepang tidak memiliki kekayaan yang melimpah seperti Indonesia? Kunci keberhasilan mereka adalah selalu optimis dan bekerja keras. Untuk itu marilah kita bersama sama membangun Negara kita, agar betul betul menjadi Negara yang Gemah Ripah Loh Jinawi, Subur kang Sarwa Tinandur, Murah kang Sarwa Tinuku, Tata Tentrem Kerta Raharja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan anda berkomentar apapun, disini merupakan free discussion area...sumonggo